Minggu, 05 Juni 2022

 

3.1.a.9. Koneksi Antar Materi - PPengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran

a. Sintesis berbagai materi

Tahap pembelajaran dalam CGP dimulai dari filosofi pendidikan KHD, praktik pendidikan yang sesuai dengan filosofi pendidikan KHD, dan tahap ketiga adalah mengelola pendidikan yang hidup di suatu ekosistem. Perlu disadari bahwa tahapan-tahapan tersebut hanyalah bekal dasar untuk saya dan para CGP, untuk kemudian bersama-sama dikembangkan dalam komunitas praktisi dalam menghadapi dinamika pendidikan ke depan.

                Jika diumpamakan tiga tahap pembelajaran dalam CGP, tahap  filosofi pendidikan adalah mengenali DNA pendidikan, tahap kedua adalah menghidupkan organ akar, batang pokok, bunga dan buahnya  pendidikan. Tahap ketiga ini adalah kesadaran organis pada lingkungan dan alam sekitar. Pendididikan sebagai entitas yang hidup di konteks jaman dan konteks alam yang berbeda-beda tentu saja secara kodrati memiliki cara hidup yang berbeda pula untuk dikembangkan.

Pada modul 3.1 Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran, saya belajar bahwa guru, kelas, sekolah, dan masyarakat hidup dalam sebuah ekosistem yang saling terkait dan saling mempengaruhi. Hubungan yang baik akan menjadikan setiap entitas dalam ekosistem saling mendukung sehingga bisa bersama-sama bertumbuh dan berkembang. Menjadi Pemimpin Pembelajaran  dalam Pengelolaan Sumber Daya pada dasarnya adalah harus menjadi entitas yang berintegritas sehingga bisa menjalankan fungsi dan perannya di dalam ekosistem di tempatnya hidup dan tinggal. Sebagai pemimpin pembelajaran saya sadar bahwa murid pertama-tama membutuhkan untuk mengenali dirinya sendiri dan berikutnya mengenali kebutuhannya untuk bertahan hidup dalam sebuah ekosistem serta bisa memainkan peran yang positif dalam lingkungannya tersebut. Guru sebisa mungkin untuk menjadikan murid sebagai pemeran utama dalam proses pembelajarannya, tut wuri handayani.

Kepemimpinan pembelajaran yang tepat akan membantu proses pembelajaran murid menjadi lebih berkualitas dengan melibatkan murid dengan problelatika mereka sendiri dan problematika yang terjadi di lingkungannya. Ekosistem yang disadari dan dihadirkan kepada murid dengan keterlibatan mereka di dalamnya akan memberi tenaga kepedulian, tenaga kreatif dan inovasi yang lebih kuat daripada sebuah dunia artifisial yang diada-adakan. Realitas sosial adalah suatu kehidupan yang akan memberi imbal balik nyata terhadap setiap tindakan yang dilakukan oleh murid terhadap ekosistem yang didukungnya. Pendidikan semacam ini akan membantu murid memiliki nalar yang lebih teruji, bukan oleh nalar gurunya namun oleh nalar kehidupan itu sendiri, bagaimana proses sebab akibat yang lebih kaya dalam kehidupan terjadi.

                Muara dari setiap pendidikan adalah bekal kemampuan murid menjawab masalah hidupnya. Melibat dalam kehidupan yang dijalaninya dengan murid sebagai subjek pembelajar yang tumbuh motivasi internal. Murid yang dibekali kemampuan mengenali ekosistem dimana dan bagaimana cara kerjanya akan menjadikannya tidak lagi gagap saat sudah lulus dari sekolah.

                Pelatihan pada modul ini menjadikan saya semakin mantap dan yakin bahwa guru sebagai pemimpin pembelajaran sebaiknya belajar menumbuhkan motivasi internal pada murid, memahami kebutuhan murid, dan mendorong murid untuk memiliki inisatif dalam proses belajar. Selain memberdayakan dan mengelola dirinya, sebaiknya murid juga mulai dikenalkan kepada isu-isu lokal dan global baik tentang isu lingkungan maupun sosial.

Selasa, 26 April 2022

 

Filosofi Pendidikan

Dasar Dari Memimpin Pembelajaran

Oleh: Mahatma Zat Akhdiyat

 

 

Program guru penggerak merupakan program yang mengenalkan kemerdekaan belajar, yang mendasarkan kepada filosofi pembelajaran Ki Hajar Dewantara. Sistem among dalam filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara mensyaratkan keberpihakan kepada murid, guru berperan untuk among kebutuhan murid. Sistem among tersebut tampak pada patrap (sikap) triloka: Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Tiga sikap yang menjadi panduan setiap guru dalam memposisikan diri saat berinteraksi dengan murid, rekan dan unsur-unsur yang ada dalam ekosistem pendidikan. Sistem among hanya bisa berjalan dengan baik jika murid kenal dan tahu nilai utama dalam kehidupan, dan pengetahuan itu mendorong mereka memiliki kehendak atas hidupnya.

Setiap interaksi mensyaratkan kemampuan memilih dan kemampuan memahami konsekuensi pilihan tersebut, itulah kualitas pemimpin pembelajaran. Nilai-nilai yang kita hayati dan tiga prinsip yang kita anut dalam mengambil suatu keputusan dapat memberikan dampak baik pada lingkungan kita saat bisa menampung kepentingan seluruh ekosistem dan diputuskan dengan paradigma yang dewasa, serta diputuskan dengan alur berfikir yang runtut. Diharapkan keputusan yang kita ambil akan menjadi keputusan yang adil.

Sebagai seorang pemimpin pembelajaran setiap kita dapat berkontribusi pada proses pembelajaran murid, dalam pengambilan keputusan yang berpihak kepada murid. Pendidikan dengan mengatasnamakan pemenuhan lapangan kerja tidak boleh lagi memaksa murid melayani kebutuhan industrialisasi. Justru yang utama adalah menjadikan murid sebagai sosok yang utuh sebagai manusia, yang mana tidak lagi dituntut melaksanakan kerja mekanis namun sudah seharusnya juga mendidik murid agar bisa melakukan keputusan-keputusan untuk hidupnya. Hal ini perlu dibiasakan dan lingkungan pendidikan menjadi tempat pembiasaan bersama yang efektif.

Saya telah mendapatkan banyak hal menarik dari mengikuti program guru penggerak.. beberapa hal sama sekali baru beberapa hal telah saya tahu sebelumnya dan beberapa hal telah menjadi kebiasaan saya dalam bekerja dan melakukan proses pembelajaran. Salah satu perubahan mendasar yang terjadi dari kurikulum 2013 ke kurikulum merdeka belajar salah satunya adalah perubahan pada proses pembelajaran yang berorientasi kepada Project based learning (PBL).

Di dalam proses pertunjukan teater yang saya lakukan bersama murid, saya bedakan bentuk latihan menjadi 3 jenis yang sekaligus adalah urutan latihan yang saya terapkan yaitu latihan dasar, latihan teknik dan latihan garap. Di dalam pelaksanaan kurikulum merdeka belajar menurut saya sama halnya jika saya melakukan latihan garap, dimana  proses pembelajaran dilakukan dalam rangka menghasilkan sebuah produk seni. Pilihan ini menurut saya sudah tepat, karena dalam proses latihan teater murid-murid juga lebih antusias lebih mudah belajar dan mendapatkan leibh banyak pembelajaran ketika mereka menjalani latihan proses garap daripada latihan dasar dan teknik.

Salah satu cara memulai penerapan pengetahuan yang saya dapatkan dari program guru penggerak adalah menjadikan kegiatan pembelajaran di sekolah berorientasi kepada produk. Setiap pembelajaran dirancang untuk bisa menghasilkan produk baik  secara mandiri maupun bersama dengan mata pelajaran yang lain, guru berkolaborasi dalam team teaching. Saya yakin dengan lahirnya produk dari proses pembelajaran akan semakin meningkatkan motivasi belajar anak yang tumbuh dari dalam dirinya.

Untuk mentransfer pengetahuan kepada rekan-rekan kerja akan lebih mudah jika saya telah melakukan aksi nyata dan menunjukkan betapa menyenangkan dan mendalamnya pembelajaran jika diterapkan dengan kurikulum merdeka belajar. Tidak akan mudah mendorong terjadinya perubahan, namun kesulitan-kesulitan akan semakin mendesak kita jika tidak mau berubah, dan mengejar ketertinggalan.

Langkah-langkah awal yang akan saya lakukan untuk memulai mengambil keputusan berdasarkan pemimpin pembelajaran adalah melakukan pemetaan baik pada murid, berhubungan dengan kecenderungan belajar, orientasi belajar, motivasi, hambatan belajar, minat. Pemetaan pada guru dengan potensi yang dimilikinya. Pemetaan terhadap potensi sekolah dan lingkungan serta konteks budaya masyarakat dimana sekolah berada. Mengetahui peta dari seluruh ekosistem sekolah menjadi dasar pengambilan langkah berikutnya dalam menata dan mengelola serta berproses menumbuhkembangkan

Memahami peta dan mengelolanya dalam pelaksanaan program sekolah dengan mengakomodir kepentingan seluruh bagian ekosistem sekolah akan meminalisir terjadinya konflik dan dilema etika. Selain pemetaan dan pengelolaan kepentingan juga dibutuhkan kesepakatan-kesepakatan bersama seluruh unsur dalam ekosistem. Kesepakatan menajdi salah satu instrumen pencegahan terjadinya benturan dan dilema etika.

Keputusan seorang pemimpin pembelajaran tidak selalu efektif maka dibutuhkan peran kontrol yang bisa terjadi secara wajar dalam lingkungan ekosistem yang sehat. Memelihara kesehatan sebuah lingkungan kerja seringkali dibutuhkan komunikasi yang efektif baik secara organisasional maupunkomunikasi pribadi. Membangun sarana komunikasi seperti adanya ruang nonformal untuk mencairkan hubungan dan ruang formal untuk memperkuat hubungan adalah salah satu yang akan saya lakukan sebagai pemimpin pembelajaran. Komunikasi yang sehat memungkinkan rekan-rekan kerja akan menjalankan peran fungsi kontrol dengan baik. Selain dari rekan kerja fungsi kontrol juga bisa diperankan oleh rekan-rekan GP dalam komunitas praktisi. Dalam menjalankan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran saya akan membutuhkan pendamping yang memiliki paradigma yang sama tentang Merdeka belajar ialah teman CGP saya. Mereka akan menjadi teman diskusi untuk menentukan apakah langkah-langkah yang saya ambil telah tepat dan efektif. Teman-teman CGP akan menjadi komunitas praktisi yang akan menjadi pendukung dan penguat serta pengingat.

Saya telah memulai menerapkan langkah-langkah sebagai pemimpin pembelajaran di kelas dan saat ini sudah mulai saya lakukan sesuai dengan wewenang yang ada sebagai Wakil Kepala Sekolah bidang Humas. Saya telah memiliki tradisi pemetaan siswa sejak sebelum terlibat dalam program guru penggerak. Saya sudah membiasakan diri dalam pembelajaran berorientasi pada produk (PBL). Saya telah terlibat dalam beberapa kegiatan budaya di lingkungan Kabupaten dalam rangka pelestarian budaya. Saat ini saya bersama beberapa murid mengerjakan proyek FILM pendek dengan mengusung tema anti radikalisme, Pelajar Pancasila, Merdeka Belajar. Proses pembuatan film selain siswa belajar terhadap materi yang ada secara kognitif serta menghayati nilai-nilai yang ada, mereka juga belajar merangkai pengetahuannya menjadi suatu narasi yang bisa tersampaikan kepada orang lain. Bersama murid-murid penyuka musik saya telah menghasilkan satu karya lagu berjudul Pelajar Pancasila yang berisikan Enam Profil Pelajar Pancasila dengan maknanya.

Kehidupan dengan bermacam pilihannya yang semakin berkembang membutuhkan kemampuan murid memutuskan dan menerima konsekuensi. Murid yang terbiasa terlibat dalam proses produksi (PBL) mereka akan menjadi insan yang lebih berani mengambil resiko, lebih sehat secara mental dan lebih dewasa dalam menjalani proses hidupnya.

Keseluruhan modul yang telah saya pelajari dalam program CGP merupakan rangkaian gagasan yang runtut. Setiap mata pelajaran menjadi mata rantai yang terkait dengan mata ajar lainnya. Setiap materi baru saya merasa bisa melihat lebih utuh konsep dan gagasan merdeka belajar dan saya merasa beruntung terlibat di dalamnya.

Kamis, 10 Februari 2022

AKSI NYATA BUDAYA POSITIF

Oleh Mahatma Zat Akhdiyat, S.S, M.Pd

CGP Angkatan 4 Kab. Grobogan

 

1.1  Latar Belakang

Kehidupan di ruang kelas tidak pernah bersifat netral. Banyak Tarik ulur kepentingan yang ikut membentuk organisme kehidupan bernama kelas. Sejarah pendidikan di Indonesia menunjukkan orientasi pendidikan yang berubah-ubah dengan bermacam kebijakannya. Salah satu yang menonjol ialah tujuan pendidikan sebagai usaha pemenuhan kebutuhan tenaga kerja. Akibatnya kecerdasan kognitif lebih menonjol dan dipentingkan daripada kecerdasan emosional dan spiritiual. Ilmu sains lebih diminati daripada ilmu sosial yang kerap menjadi jurusan buangan. Pendidikan berjalan timpang di dalam dirinya sendiri. Murid mengalami kekacauan di dalam dirinya karena sistem pendidikan tidak cukup memberi kesempatan untuknya mengenali dan melihat keadaannya. Murid tidak penting, pelajaranlah yang penting.

Demi mengejar kecepatan guru harus memerankan sebagai pemimpin pembelajaran yang mengatur semuanya tanpa peduli keadaan murid. Cepat menentukan aturan tanpa mengajak murid ikut menuliskan kebutuhan aturan untuk dirinya sendiri. Guru menentukan bahan pembelajaran tanpa melihat kebutuhan, minat dan profil murid. Guru memerintahkan menugaskan sebagai order tanpa harus memahami situasi murid. Relasi guru dan murid bersifat hirarkis tidak setara. Tidak ada dialog, hanya ada perintah. Semua demi kecepatan dan efisiensi yang ternyata di kemudian hari disadari bahwa hal itu sama sekali tidak efisien. Murid bukanlah mesin tanpa jiwa. Murid memiliki tenaga di dalam dirinya yang tidak hanya ragawi. Tenaga yang bisa tersalur dengan motivasi. Murid butuh dilihat sebagai pribadi yang unik dengan kodratnya. Tidak seharusnya di gebyah uyah digeneralisasi ‘tanpa nama’.

Pengakuan murid sebagai individu selayaknya jenis bibit yang berbeda-beda sehingga dengan kekayaan keunikan yang disadari murid juga akan menjadi sosok yang sehat yang nyaman dengan dirinya sendiri. Guru selayaknya petani bukanlah penguasa yang bisa dan harus menyulap murid menjadi tenaga kerja siap pakai, menjadi mesin perang yang canggih. Guru cukuplah menjaga ekosistem pendidikan yang sehat bagi para muridnya. Ijinkan mereka menjalani kodratnya yang selalu lebih baik dan indah daripada rencana sistem yang menyimpang dari keutuhan murid sebagai manusia. Tidak lagi tumbuh dalam ekosistem yang chaos, yang saling bertabrakan nilai-nilai di dalam dirinya.

“Sampailah pendidikan Indonesia pada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan.”

Guru penggerak dikenalkan kepada Budaya positif yang mengakui keberadaan murid sebagai sosok unik sesuai kodratinya. Sekolah dituntut untuk menyediakan ekosistem yang sehat untuk persemaian, penanaman, penumbuhan, perawatan, pemupukan agar maksimal tumbuhnya. Semangat kemerdekaan yang berarti swakelola, independence, mandiri, berarti murid harus bisa mengenali dirinya sendiri tidak lagi belajar karena order tapi karena kesdaran akan diri dan hidupnya. Murid memiliki ruang dan kesempatan untuk merumuskan sendiri bagi dirinya apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak perlu dilakukan. Bagaimana mengelola waktu tenaga ruang untuk bisa mencapai tujuan hidupnya secara optimal.  

Kedisiplinan bukan lagi sesuatu yang dipakaikan kepada murid tapi kesadaran yang dihayati seorang murid, disebut disiplin positif dimana disiplin bukanlah tali kekang ternak tapi motif internal. Guru berganti peran dari seorang penguasa menjadi seorang pengelola. Posisi kontrol yang sering diperankan guru dengan menghukum dan membuat murid merasa bersalah sudah waktunya segera ditinggalkan. Biarlah peran itu dimainkan oleh murid sendiri, di dalam dirinya. Peserta didik yang disiplin akan mampu bertanggung jawab terhadap semua perilaku dan tindakan yang dilakukannya.

Guru bersama sekolah dan pemangku kepentingan bertanggungjawab mengembangkan budaya positif dalam pembelajaran agar dapat berkembang menjadi ekosistem pembelajaran. Interaksi antara murid dengan guru, interaksi murid dengan teman belajarnya apabila dirancang dengan baik akan menumbuhkan karakter warga sekolah. Bagaimanakah caranya? Artikel yang ditulis adalah usaha merekam pengalaman membangun budaya positif di dalam kelas dan sekolah yang telah saya lakukan. Semoga bermanfaat untuk para pembaca dan untuk para murid, rekan guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, pembimbing, yang bersama-sama menjadikan kehidupan yang membahagiakan ini mewujud menjadi kenyataan.

 

 

1.2  Deskripsi Aksi Nyata

1.Tujuan

Tujuan dari aksi nyata ini antara lain:

a)    Terwujudnya visi sekolah melalui penerapan budaya positif.

b)    Terbentuknya karakter disiplin yang kuat.

c)    Menumbuhkan dan menguatkan karakter positif pembiasaan-pembiasaan positif.

d)    Menumbuhkan karakter profil pelajar Pancasila yaitu pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

e)    Menguatkan peran sebagai guru penggerak melalui penerapan segitiga restitusi dalam menanamkan disiplin positif pada peserta didik.

 

2. Tolak Ukur

Untuk mengetahui sejauh mana ini sudah dilakukan dan guna mengontrol kegiatan supaya tetap terarah pada tujuan yang telah ditetapkan, maka tolak ukur yang digunakan antara lain:

a)    Terbentuknya keyakinan kelas yang ditetapkan dan disepakati serta dijalankan bersama baik peserta didik dan wali kelas.

b)    Konsistensi peserta didik dan wali kelas dalam menjalankan keyakinan kelas.

c)    Minimal 75% peserta didik telah menunjukkan karakter positif yang kuat seperti:religius, peduli, disiplin, toleransi, gotong royong, dan bertanggung jawab pada proses pembelajaran maupun di luar KBM.

d)    Munculnya karakter berdaya nalar kritis pada proses pembelajaran yang terlihat dari keaktifan peserta didik yang berani bertanya, berpendapat, dan menjawab pertanyaan dari guru.

e)    Dokumentasi kegiatan pembentukan keyakinan kelas bersama peserta didik, wali kelas, teman sejawat, proses kegiatan restitusi, kegiatan kolaborasi, dan sharing bersama wali kelas bersama rekan sejawat serta hasil pengumpulan tugas.

 

 

 

 

3. Linimasa Tindakan yang akan dilakukan

Adapun rincian dari tindakan nyata yang akan dilakukan antara lain:

KEGIATAN

Minggu ke

1

2

3

4

a)Membuat perencanaan aksi nyata dan mengkomunikasikan dengan kepala sekolah.

v

 

 

 

b)Melakukan revisi perencanaan jika diperlukan sebagai hasil konsultasi dengan kepala sekolah.

v

 

 

 

c)Mengimbaskan materi budaya positif dan mengkomunikasikan tindakan aksi nyata kepada wali kelas dan rekan sejawat.

v

 

 

 

d)melakukan kegiatan pembentukan Keyakinan Kelas

v

 

 

 

e)Mendokumentasikan setiap kegiatan.

v

v

v

v

f)Melakukan kolaborasi dan sharing dengan wali kelas dan rekan sejawat berkaitan strategi membangun budaya positif di kelas.

 

v

 

 

g)Mengkomunikasikan dan berkolaborasi dengan orang tua terkait penerapan disiplin positif di sekolah.

 

v

 

 

h)Melakukan layanan Restitusi

 

v

 

 

i)Penerapan disiplin positif

 

v

v

v

j)Mengevaluasi dan merefleksi kegiatan tindakan aksi nyata dalam rangka budaya positif di sekolah.

 

 

 

v

j)Melaporkan hasil kegiatan tindakan aksi nyata kepada kepala sekolah dalam bentuk artikel.

 

 

 

v

 

 

4. Dukungan yang dibutuhkan

Untuk menjalankan tindakan aksi nyata ini membutuhkan dukungan sebagai berikut:

a)    Kepala Sekolah dan rekan sejawat

b)    Orang tua dan Komite Sekolah

c)    Peserta Didik

d)    Sarana dan Prasarana sekolah yang memadai

e)    Media yang dibutuhkan

Terjalinnya hubungan baik dan komunikasi yang efektif persuatif maka saya yakin akan mendapatkan dukungan penuh dari kepala sekolah, rekan sejawat, orang tua melalui komite sekolah, serta peserta didik, guna menjalankan aksi nyata dalam rangka menumbuhkan budaya positif di sekolah. Adanya sarana dan prasarana akan mendukung dan berkontribusi mewujudkan visi sekolah melalui penerapan budaya positif.

1.3  Hasil Aksi Nyata

Hasil aksi nyata yang telah dilakukan antara lain:

1.    Terbentuknya keyakinan kelas yang dibuat dan disepakati oleh peserta didik dan wali kelas.

2.    Menguatnya karakter positif seperti peduli lingkungan yaitu terciptanya lingkungan yang bersih dan kesadaran siswa membuang sampah sesuai tempatnya.

3.    Menguatnya karakter disiplin dilihat dari semua peserta didik hadir tepat waktu sehingga tidak ada yang terlambat.

4.    Menguatnya karakter peduli kesehatan dan keselamatan dengan mematuhi protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan.

5.    Menguatnya karakter bertanggung jawab terhadap tugas PTM dan daring dimana peserta didik mengumpulkan tugas tepat waktu.

6.    Menguatnya karakter gotong royong yaitu semua peserta didik yang hadir PTM 100% sehingga semua terlibat dalam kebersihan dan penataan kelas.

7.    Menguatnya karakter toleransi terhadap sesama ditunjukkan dengan saling menghargai dan menghormati teman yang berbeda agama, suku dan gender.

8.    Tumbuhnya karakter berdaya nalar kritis ditunjukkan meningkatnya peserta didik yang aktif bertanya, menjawab dan menyampaikan pendapat dari hari ke hari.

9.    Adanya poster keyakinan kelas yang dipajang di kelas.

10. Peserta didik telah menjalankan 5S

 

 

 

1.4. Pembelajaran yang diperoleh dari pelaksanaan Aksi Nyata

Pembelajaran yang diperoleh dari pelaksanaan Aksi Nyata dalam membangun budaya positif antara lain:

1.    Pentingnya membuat keyakinan kelas untuk menumbuhkan motivasi internal diri peserta didik.

2.    Adanya dukungan dari berbagai pihak dan juga ketersediaan sarana prasarana yang berkontribusi dalam usaha mengembangkan budaya disiplin positif.

3.    Layanan Restitusi dalam menyelesaikan permasalahan untuk memfokuskan peserta didik agar belajar dari kesalahan, menuntun untuk melihat ke dalam diri, memperbaiki hubungan, focus pada karakter dan solusi.

4.    Untuk menerapkan disiplin restitusi maka guru harus mampu memposisikan diri sebagai manajer agar dapat membimbing peserta didik sehingga peserta didik mampu mengevaluasi diri bagaimana menjadi diri sendiri yang lebih baik.

1.4  Rencana Perbaikan Untuk Pelaksanaan di Masa Mendatang

Guna memperbaiki budaya positif yang ada di sekolah maka keyakinan kelas akan dievaluasi setiap 6 bulan sekali. Apabila butir-butir keyakinan kelas telah membudaya di sekolah maka akan diganti dengan item lain sehingga butir-butir keyakinan kelas akan bertambah untuk menumbuhkan budaya positif di sekolah. Diperlukan koordinasi dan kolaborasi antara wali kelas, guru BK dan orang tua agar penanaman budaya positif dapat terwujud, berkembang dan membudaya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Dokumentasi Tindakan Aksi Nyata Budaya Positif

1.    Komunikasi perencanaan tindakan dan revisi perencanaan kepada Kepala sekolah.


Diskusi bersama Kepala Sekolah tentang rencana aksi nyata

 

2.    Komunikasi dengan wali kelas dan rekan sejawat tentang tindakan aksi nyata.

 

Diskusi dengan wali kelas dan rekan sejawat tentang keyakinan kelas dan restitusi

 

3.    Pembentukan kesepakatan atas Keyakinan Kelas

Siswa kelas XII.IPS menuliskan keyakinan kelas secara bergantian

 

4.    Kolaborasi dan sharing dengan wali kelas dan rekan sejawat berkaitan strategi membangun budaya positif di kelas.

Kolaborasi dan sharing bersama wali kelas

 

5.    Melakukan layanan Restitusi

           Pelayanan restitusi terhadap anak yang bermasalah

 

6.    Penerapan disiplin positif

a.    Menjaga Kebersihan

Bersih-bersih taman kelas

 

Menyapu lantai kelas

b.    Budaya disiplin

Budaya antre di perpustakaan

c.    Budaya membaca

Budaya baca 15 menit sebelum PTM dari koleksi etalase kelas XI

d.    Budaya Gotong Royong

Kegiatan gotong royong jumat bersih

e.    Budaya hidup sehat

 

Kegiatan membersihkan kelas

 

7.    Evaluasi dan refleksi kegiatan tindakan aksi nyata dalam rangka membudayakan budaya positif di sekolah.

 

 

 

 

8.    Wujud aksi nyata

Bergerak dalam gelar karya pertunjukan